SISTEM PERKAWINAN DALAM SUKU KARO Bagi khayalak
ramai, apa yang dinamakan dengan perkawinan itu merupakan suatu yang
sangat sakral dan juga mempunyai makna yang sangat penting didalam
suatu kehidupan. Perkawinan bagi seseorang itu juga mempunyai fungsi
dan juga alasan tertentu untuk melakukan suatu yang namanya perkawinan.
Di Indonesia itu sendiri Suku-suku yang ada di Negara ini pun
mempunyai cara-cara tersendiri dalam hal melakukan suatu perkawinan,
baik itu dari dalam system menjalakan perkawinan, fungsi dari
perkawinan, dan syarat-syarat dalam melakukan perkawinan. Namun dalam
Suku Karo, perkawinan itu tidak hanya mempunyai system dalam
menjalankan perkawinan, fungsi perkawinan dan juga syarat-syarat dalam
menjalankan perwakinan, tetapi dalam masyarakat karo, perkawinan itu
juga mempunyai jenis-jenisnya. Maka dari itu, saya akan mencoba
membahas tentang perkawinan di dalam Masyarakat Karo. Dalam masyrakat
karo, seseorang untuk menjalankan atau melakukan yang namanya
Perkawinan itu mempunyai syrat-syarat tertentu, fungsi dari
syarat-syarat ini agar seseorang yang melakukan Pernikahan tersebut
tidak melanggar hukum adat yang ada. Berikut ini adalah syarat-syarat
seseorang dalam menjalankan suatu pernikahan; - Tidak berasal dari satu
merga, namun pada zaman dahulu ada beberapa Marga yang memperbolehkan
melakukan pernikahan dengan sesama marganya, seperti di dalam Marga
Sembiring dan Perangin-angin. - Tidak boleh melanggar hukum adat yang
ada, seperti melakukan pernikahan dengan turang sendiri(Kandung),
sepemeren dan juga erturang impal. Namun pada saat ini, banyak yang
melakukan pernikahan dengan turang impal mereka. - Sudah dewasa. Dalam
hal ini yang dimaksud seseorang yang sudah dewasa adalah seseorang
laki-laki yang sudah bisa bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan
juga keluarganya, baik itu menafkahi atau pun lainnya. Seseorang
laki-laki atau perempuan Karo dalam melakukan suatu pernikahan tidak
hanya mempunyai syarat, seperti yang ada di atas. Tetapi pernikahan itu
juga mempunyai fungsi-fungsi tertentu yang dimana, fungsi-fungsi ini
dapat menguntungkan kedua pihak, dan juga fungsi dalam melakukan suatu
pernikahan ini tidak jauh beda dengan fungsi pernikahan pada umumnya.
Berikut ini fungsi dari pernikahan dalam masyarakat Karo; - Melanjutkan
hubungan kekeluargaan. - Menjalin suatu hubungan kekeluargaan, apabila
sebelumnya kedua belah pihak keluarga belum mempunyai hubungan
keluarga. - Melanjutkan keturunan, dalam hal biasanya sangat penting
bagi pihak laki-laki, karena dalam masyrakat Karo, keturunan itu berasal
dari pihak laki-laki. - Menghindarkan berpindahnya harta warisan
kepada keluarga lain. - Mempertahankan atau memperluas hubungan
kekeluargaan. Di dalam masyrakat Karo, yang namanya suatu pernikahan
itu juga memiliki suatu jenis-jenisnya, yang dimana jenis-jenis
pernikahan dalam masyrakat Karo itu adalah sebagai berikut; 1.
Berdasarkan status dari pihak yang melakukan pernikahan, dapat beberapa
jenis yaitu; a. Gancih Abu ( Ganti Tikar) Suatu pernikahan yang
dimana seorang laki-laki menikahi saudara istrinya, dalam keadaan
seperti ini istri dari laki-laki tersebut sudah meninggal. b. Lako Man
( Turun Ranjang) Suatu pernikahan yang dimana seseorang laki-laki
menikahi seorang wanita, yang dimana seorang wanita tadi adalah bekas
dari istri saudaranya atau ayahnya, dalam keadaan ini
ayahnya/saudaranya telah meninggal. Namun Lako Man, sendiri juga
memiliki jenis-jenis perikahan, yang dimana jenis-jenis ini adalah
sebagai berikut; • Pernikahan Mindo Makan Suatu pernikahan yang dimana
seorang pria menikahi seorang wanita yang dulunya istri dari saudara
ayahnya. • Pernikahan Mindo Cina Suatu pernikahan yang dimana seorang
pria dalam tutur menikahi seorang neneknya. • Kawin Ciken Suatu
pernikahan yang dimana seorang laki-laki menikahi seorang perempuan
yang dulu adalah istri dari ayahnya ataupun saudaranya, tetapi sudah
ada perjanjian sebelum ayahnya atau saudaranya meningal, dalam hal ini
wanita tadi masih muda dan suaminya sudah tua. • Iyan Suatu perkawinan
yang dimana seorang suami mempunyai dua orang istri dan dimana salah
satu istri tadi belum melahirkan seorang anak laki-laki, kemudian
dinikahkan dengan seorang saudara dari laki-laki tadi yang belum
menikah. Pernikahan semacam ini banyak terjadi pada zaman dahulu. c.
Piher Tendi/ Erbengkila Bana Adalah suatu pernikahan yang dimana dalam
tutur seorang istri itu memanggil benkila kepada suaminya. Tetapi pada
daerah Karo langkat, pernikahan seperti ini sering dinamakan juga
dengan Piher Tendi. d. Cabur Bulung Adalah suatu pernikahan yang
dimana terjadi ketika sepasang yang akan menikah itu menikah muda,
pernikahan semacam ini biasanya berlangsung karena mempunyai alasan,
yaitu karena melihat berdasarkan mimpi atau suratan takdir tangan dari
seorang yang akan melangsungkan pernikahan ini. 2. Berdasarkan jauh
dekatnya suatu hubungan kekeluargaan, dapat diuraikan sebagai berikut.:
a. Pertuturken Adalah suatu pernikahan yang dimana terjadi karena
seorang pria dan wanita ini tidak mempunyai hubungan kekeluargaan,
maksud kekeluargaan disini adalah erimpal. b. Erdemu Bayu Adalah suatu
pernikahan yang dimana terjadi, karena seorang pria dan wanita yang
akan menikah ini mempunyai suatu hubungan keluarga yaitu saling
erimpal. c. Merkat Senuan Adalah suatu pernikahan yang terjadi antara
seorang pria yang menikahi seorang putri dari puang kalimbubunya. Pada
umumnya suatu pernikahan seperti ini sangat dilarang. d. La Arus
Adalah suatu pernikahan antara pria dan wanita, menurut suatu adat
sangat terlarang, contohnya menikahi turangnya, turang impal, atau
puteri dari anak berunya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa dalam Suku
karo, perkawinan satu marga sangat lah dilarang.
Tahapan Pernikahan Secara Adat Karo
Suku
Karo adalah salah satu Suku yang mendiami beberapa wilayah di daerah
Sumatera Utara, dan sebagian kecil lainnya tinggal dan menyebar
diseluruh wilayah Indonesia, dan bahkan ada juga yang tinggal di Luar
Negeri.
Pengantin Dalam Pakaian Adat Karo (newlywed.in)
Dalam
pernikahan secara adat Suku Karo dikenal 3 tahapan umum yang dilakukan
dalam melaksanakannya. Didalam 3 tahapan umum ini akan dibagi lagi
menjadi sub tahapan.
Adapun tahapan pernikahan yang dilakukan secara adat Suku Karo secara umum adalah sebagai berikut:
I. Persiapan Kerja Adat
1. Sitandan Ras Keluarga Pekepar
Tahapan
ini adalah tahapan perkenalan antara keluarga kedua belah pihak yang
akan melangsungkan pernikahan, sekaligus orang tua kedua belah pihak
akan menyampaikan kepada “Anak Beru” masing-masing untuk menentukan
hari yang baik untuk menggelar pertemuan di rumah pihak “Kalimbubu”
untuk membahas rencana “Mbaba Belo Selambar”
2. Mbaba Belo Selambar
Dalam
tahapan Mbaba Belo Selambar ini, tempat berkumpul, yaitu di rumah
pihak “Kalimbubu”, dalam hal ini pihak laki-laki akan membawa makanan
yang sudah dimasak lengkap dengan lauk yang akan menjadi makanan sebelum
dilakukan pembicaraan mencari hari yang baik untuk melaksanakan
tahapan “Nganting Manuk”
3. Nganting Manuk
Dalam
tahapan ini akan membicarakan tentang utang-utang adat pada pesta
perkawinan yang akan segera digelar, sekaligus merencanakan hari yang
baik untuk melangsungkan pernikahan. Namun hari pernikahan tidak boleh
lebih 1 bulan sesudah melaksanakan tahapan Ngantig Manuk.
II. Hari Pesta Adat
4. Kerja Adat
Pelakasanaan
Kerja Adat biasanya dilakukan selama seharian penuh di kampung pihak
perempuan. Tempat pelaksanaan Kerja Adat biasanya dilakukan di Balai
Desa atau yang biasa juga disebut dengan istilah “Jambur” atau “Lost”
5. Persadan Tendi
Pelaksanaan
Persadan Tendi dilakukan pada saat makan malam sesudah siangnya
dilakukan Kerja Adat bagi pengantin pria dan wanita. Dalam pelaksaan
Persadan Tendi ini akan disiapkan makanan bagi kedua pengantin yang
tujuannya adalah untuk memberi tenaga baru bagi pengantin. Pengantin
akan diberi makan dalam satu piring yang sudah siapkan.
III Sesudah Pesta Adat
6. Ngulihi Tudung
Ngulih
tudung dilaksanakan setelah 2-4 hari setelah hari Pesta Adat berlalu.
Orang tua pihak laki-laki kembali datang kerumah Orang tua pihak
perempuan (biasanya pihak orang tua laki-laki membawa makanan dan
lauk). Dalam prosesi Ngulihi Tudung dilakukan untuk mengambil kembali
pakaian-pakaian adat pihak laki-laki yang mungkin ada tertinggal di Desa
pihak perempuan disaat pesta adat digelar.
7. Ertaktak
Pelaksanaan
ini dilakukan di rumah pihak kalimbubu (pihak perempuan) pada waktu
yang sudah ditentukan, biasanya seminggu setelah kerja adat. Disini
dibicarakanlah uang keluar saat pergelaraan pesta adat dilaksanakan.
Dibicarakan pula tenang pengeluaran kerja adat yang sudah dibayar
terlebih dahulu oleh pihak anak beru, sembuyak dan juga Kalimbubu.
Setelah acara Ertaktak dilaksanakan, maka semua pihak baik Kalimbubu,
Sembuyak, dan Anak Beru akan makan bersama-sama.
Nama dan Pakaian Adat Karo
Ada beberapa istilah yang dipergunakan dalam pakaian adat karo yang kita kenal. Seperti:
Uis nipes
Untuk tudung, “maneh-maneh” (kado untuk perempuan), untuk mengganti
pakaian orang tua (pihak perempuan) dan sebagai alas “pinggan pasu”
(piring) pada saat memberikan mas kawin dalam upacara adat. Uis julu Untuk sarung, “maneh-maneh”, untuk mengganti pakaian orang tua (untuk laki-laki) dan selimut.
Gatip gewang Untuk menggendong bayi perempuan dan “abit” (sarung) laki-laki
Gatip jongkit Untuk “gonje” (sarung) upacara adat bagi laki-laki dan selimut bagi “kalimbubu” (paman).
Gatip cukcak Kegunaannya sama dengan gatip gewang, bedanya adalah gatip cukcak ini tidak pakai benang emas.
Uis pementing Untuk ikat pinggang bagi laki-laki
Batu jala
Untuk tudung bagi anak gadis pada pesta “guro-guro aron”. Boleh juga
dipakai laki-laki, tapi harus 3 lapis, yaitu: uis batu jala, uis
rambu-rambu dan uis kelam-kelam.
Uis arinteneng
Sebagai
alas waktu menjalankan mas kawin dan alas piring tempat makan pada
waktu “mukul” (acara makan pada saat memasuki pelaminan), untuk
memanggil roh, untuk “lanam” (alas menjunjung kayu api waktu memasuki
rumah baru), untuk “upah tendi” (upah roh), diberikan sebagai
penggendong bayi dan alas bibit padi.
Uis kelam-kelam
Untuk tudung orang tua, untuk “morah-morah” (kado untuk laki-laki), dan
boleh juga dipakai oleh laki-laki dalam upacara adat, tapi disertai
batu jala dan rambu-rambu.
Uis cobar dibata Untuk upacara kepercayaan, seperti “uis jinujung”, “berlangir” dan “ngelandekken galuh”.
Uis beka buluh Untuk “bulang-bulang” diikatkan di kepala laki-laki pada upacara adat.
Uis gara Untuk penggendong anak-anak, tudung untuk orang tua dan anak gadis.
Uis jujung-jujungen Untuk melapisi bagian atas tudung bagi kaum wanita yang mengenakan tudung dalam upacara adat.
No comments:
Post a Comment