Saturday, August 2, 2014

Tugu Catur, Kabanjahe



Kata catur diambil dari Bahasa Sanskerta yang berarti "empat". Namun kata ini sebenarnya merupakan singkatan dari caturangga yang berarti empat sudut. Di India kuno permainan catur memang dimainkan oleh empat peserta yang berada di empat sudut yang berbeda. Hal ini lain dari permain catur modern di mana pesertanya hanya dua orang saja.Catur adalah permainan pikiran yang dimainkan oleh dua orang. Pecatur adalah orang yang memainkan catur, baik dalam pertandingan satu lawan satu maupun satu melawan banyak orang (dalam keadaan informal). Sebelum bertanding, pecatur memilih biji catur yang akan ia mainkan. Terdapat dua warna yang membedakan bidak atau biji catur, yaitu hitam dan putih Pemegang buah putih memulai langkah pertama, yang selanjutnya diikuti oleh pemegang buah hitam secara bergantian sampai permainan selesai. Tujuan permainan adalah mencapai posisi skak mat. Hal ini bisa terjadi bila Raja terancam dan tidak bisa menyelamatkan diri ke petak lain. Tidak selalu permainan berakhir dengan kekalahan, karena bisa terjadi pula peristiwa seri atau remis di mana kedua belah pihak tidak mampu lagi meneruskan pertandingan karena tidak bisa mencapai skak mat. Peristiwa remis ini bisa terjadi berdasarkan kesepakatan maupun tidak.


Pecatur Karo Yang Mendunia

Tugu catur di kota Kabanjahe, tugu yang tak terawat dan terlihat bagaimana kepala kuda catur tersebut sedang menjunjung gulungan kabel PLN, padahal itu salah satu tugu yang menjadi simbol bahwa masyarakat Tanah Karo sangat cerdas di bidang olah raga catur, dan pernah sangat disegani di dunia catur, bahkan kalau gak salah pernah ada pecatur tanah karo (Pa Kantur alias Sinarsar Purba) yang di bawa oleh kolonial Belanda untuk melakukan pertandingan simultan catur di Belanda, melawan 20 orang dan hampir semuanya kalah dibuatnya kecuali remis dengan seorang pecatur Belanda yaitu Max Euwe yang beberapa tahun kemudian menjadi juara dunia catur, dan berpuluh tahun kemudian menjadi ketua (FIDE) Federasi Catur Internasional.
Dan menurut beberapa sumber, sepulangnya Pa Kantur dari negeri Belanda, beberapa tahun kemudian saat Max Euwe menjadi juara catur dunia, ada olok-olok/sindiran halus didunia catur Tanah Karo yang ditujukan kepada pa Kantur…“andaikata kamu gak kembali ke Tanah Karo dan menetap saja di Belanda, mungkin kamulah yang menjadi juara dunia catur”
Ini soal sejarah dan bukan sejarah sembarangan, tentang sebuah permainan yang membutuhkan konsentrasi dan diakui dunia, ada kejuaraan dunianya dan menyangkut kecerdasan. Sedih melihat dunia catur Tanah Karo seperti sekarang ini, apa ada event-event pertandingan catur di Tanah Karo? padahal begitu banyak bakat. Semoga bisa ditulis ulang sejarah seperti Pa Kantur ini, Merlep Ginting dan master-master catur lainnya yang berasal dari Tanah Karo. Ini soal kebanggaan daerah, nilai plus daerah, dan semoga Tugu Catur bukan hanya sebagai hiasan kota yang semakin semrawut saja, semoga ada kesadaran dari pihak-pihak terkait untuk betul-betul memajukan dunia catur di Tanah Karo.
Selayaknya Pengda Percasi Tanah Karo membuat tulisan ulang tentang sejarah mereka ini terutama Pa Kantur alias Sinarsar Purba itu. Bayangkan menahan remis seorang Max Euwe yang beberapa tahun kemudian menjadi juara dunia catur dan Max Euwe ini pernah menjadi president catur or ketua Federasi Catur Dunia (FIDE), bahkan seorang Utut Adianto pun belum bisa melakukan itu.
Paling tidak melalui dunia internet ini bisa kita rekonstruksi ulang sejarah tersebut, kalau ada yang tahu dari mana asal/kampung Pa Kantur tersebut serta Merlep Ginting masih bisa kita temui keluarganya, semoga masih ada foto-fotonya, kalaupun tidak ada lagi, paling tidak kuburan dan batu nisan nya pun bisa kita foto. Ini menjadi satu tantangan bagi yang hobi menulis, termasuk kaum jurnalis untuk menulis ulang sejarah yang bisa jadi kebanggan generasi muda Karo dan memotivasi mereka yg memang memiliki minat tinggi di bidang olah raga asah otak ini. I LOVE TANAH KARO BESERTA SEJARAHNYA!

Info : berbagai Sumber
 

No comments:

Post a Comment