Sunday, June 15, 2014

SISTEM PERKAWINAN DALAM SUKU KARO

SISTEM PERKAWINAN DALAM SUKU KARO Bagi khayalak ramai, apa yang dinamakan dengan perkawinan itu merupakan suatu yang sangat sakral dan juga mempunyai makna yang sangat penting didalam suatu kehidupan. Perkawinan bagi seseorang itu juga mempunyai fungsi dan juga alasan tertentu untuk melakukan suatu yang namanya perkawinan. Di Indonesia itu sendiri Suku-suku yang ada di Negara ini pun mempunyai cara-cara tersendiri dalam hal melakukan suatu perkawinan, baik itu dari dalam system menjalakan perkawinan, fungsi dari perkawinan, dan syarat-syarat dalam melakukan perkawinan. Namun dalam Suku Karo, perkawinan itu tidak hanya mempunyai system dalam menjalankan perkawinan, fungsi perkawinan dan juga syarat-syarat dalam menjalankan perwakinan, tetapi dalam masyarakat karo, perkawinan itu juga mempunyai jenis-jenisnya. Maka dari itu, saya akan mencoba membahas tentang perkawinan di dalam Masyarakat Karo. Dalam masyrakat karo, seseorang untuk menjalankan atau melakukan yang namanya Perkawinan itu mempunyai syrat-syarat tertentu, fungsi dari syarat-syarat ini agar seseorang yang melakukan Pernikahan tersebut tidak melanggar hukum adat yang ada. Berikut ini adalah syarat-syarat seseorang dalam menjalankan suatu pernikahan; - Tidak berasal dari satu merga, namun pada zaman dahulu ada beberapa Marga yang memperbolehkan melakukan pernikahan dengan sesama marganya, seperti di dalam Marga Sembiring dan Perangin-angin. - Tidak boleh melanggar hukum adat yang ada, seperti melakukan pernikahan dengan turang sendiri(Kandung), sepemeren dan juga erturang impal. Namun pada saat ini, banyak yang melakukan pernikahan dengan turang impal mereka. - Sudah dewasa. Dalam hal ini yang dimaksud seseorang yang sudah dewasa adalah seseorang laki-laki yang sudah bisa bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan juga keluarganya, baik itu menafkahi atau pun lainnya. Seseorang laki-laki atau perempuan Karo dalam melakukan suatu pernikahan tidak hanya mempunyai syarat, seperti yang ada di atas. Tetapi pernikahan itu juga mempunyai fungsi-fungsi tertentu yang dimana, fungsi-fungsi ini dapat menguntungkan kedua pihak, dan juga fungsi dalam melakukan suatu pernikahan ini tidak jauh beda dengan fungsi pernikahan pada umumnya. Berikut ini fungsi dari pernikahan dalam masyarakat Karo; - Melanjutkan hubungan kekeluargaan. - Menjalin suatu hubungan kekeluargaan, apabila sebelumnya kedua belah pihak keluarga belum mempunyai hubungan keluarga. - Melanjutkan keturunan, dalam hal biasanya sangat penting bagi pihak laki-laki, karena dalam masyrakat Karo, keturunan itu berasal dari pihak laki-laki. - Menghindarkan berpindahnya harta warisan kepada keluarga lain. - Mempertahankan atau memperluas hubungan kekeluargaan. Di dalam masyrakat Karo, yang namanya suatu pernikahan itu juga memiliki suatu jenis-jenisnya, yang dimana jenis-jenis pernikahan dalam masyrakat Karo itu adalah sebagai berikut; 1. Berdasarkan status dari pihak yang melakukan pernikahan, dapat beberapa jenis yaitu; a. Gancih Abu ( Ganti Tikar) Suatu pernikahan yang dimana seorang laki-laki menikahi saudara istrinya, dalam keadaan seperti ini istri dari laki-laki tersebut sudah meninggal. b. Lako Man ( Turun Ranjang) Suatu pernikahan yang dimana seseorang laki-laki menikahi seorang wanita, yang dimana seorang wanita tadi adalah bekas dari istri saudaranya atau ayahnya, dalam keadaan ini ayahnya/saudaranya telah meninggal. Namun Lako Man, sendiri juga memiliki jenis-jenis perikahan, yang dimana jenis-jenis ini adalah sebagai berikut; • Pernikahan Mindo Makan Suatu pernikahan yang dimana seorang pria menikahi seorang wanita yang dulunya istri dari saudara ayahnya. • Pernikahan Mindo Cina Suatu pernikahan yang dimana seorang pria dalam tutur menikahi seorang neneknya. • Kawin Ciken Suatu pernikahan yang dimana seorang laki-laki menikahi seorang perempuan yang dulu adalah istri dari ayahnya ataupun saudaranya, tetapi sudah ada perjanjian sebelum ayahnya atau saudaranya meningal, dalam hal ini wanita tadi masih muda dan suaminya sudah tua. • Iyan Suatu perkawinan yang dimana seorang suami mempunyai dua orang istri dan dimana salah satu istri tadi belum melahirkan seorang anak laki-laki, kemudian dinikahkan dengan seorang saudara dari laki-laki tadi yang belum menikah. Pernikahan semacam ini banyak terjadi pada zaman dahulu. c. Piher Tendi/ Erbengkila Bana Adalah suatu pernikahan yang dimana dalam tutur seorang istri itu memanggil benkila kepada suaminya. Tetapi pada daerah Karo langkat, pernikahan seperti ini sering dinamakan juga dengan Piher Tendi. d. Cabur Bulung Adalah suatu pernikahan yang dimana terjadi ketika sepasang yang akan menikah itu menikah muda, pernikahan semacam ini biasanya berlangsung karena mempunyai alasan, yaitu karena melihat berdasarkan mimpi atau suratan takdir tangan dari seorang yang akan melangsungkan pernikahan ini. 2. Berdasarkan jauh dekatnya suatu hubungan kekeluargaan, dapat diuraikan sebagai berikut.: a. Pertuturken Adalah suatu pernikahan yang dimana terjadi karena seorang pria dan wanita ini tidak mempunyai hubungan kekeluargaan, maksud kekeluargaan disini adalah erimpal. b. Erdemu Bayu Adalah suatu pernikahan yang dimana terjadi, karena seorang pria dan wanita yang akan menikah ini mempunyai suatu hubungan keluarga yaitu saling erimpal. c. Merkat Senuan Adalah suatu pernikahan yang terjadi antara seorang pria yang menikahi seorang putri dari puang kalimbubunya. Pada umumnya suatu pernikahan seperti ini sangat dilarang. d. La Arus Adalah suatu pernikahan antara pria dan wanita, menurut suatu adat sangat terlarang, contohnya menikahi turangnya, turang impal, atau puteri dari anak berunya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa dalam Suku karo, perkawinan satu marga sangat lah dilarang.


Tahapan Pernikahan Secara Adat Karo

Suku Karo adalah salah satu Suku yang mendiami beberapa wilayah di daerah Sumatera Utara, dan sebagian kecil lainnya tinggal dan menyebar diseluruh wilayah Indonesia, dan bahkan ada juga yang tinggal di Luar Negeri.

Pengantin Dalam Pakaian Adat Karo (newlywed.in)
Dalam pernikahan secara adat Suku Karo dikenal 3 tahapan umum yang dilakukan dalam melaksanakannya. Didalam 3 tahapan umum ini akan dibagi lagi menjadi sub tahapan.
Adapun tahapan pernikahan yang dilakukan secara adat Suku Karo secara umum adalah sebagai berikut:

I. Persiapan Kerja Adat

1. Sitandan Ras Keluarga Pekepar
Tahapan ini adalah tahapan perkenalan antara keluarga kedua belah pihak yang akan melangsungkan pernikahan, sekaligus orang tua kedua belah pihak akan menyampaikan kepada “Anak Beru” masing-masing untuk menentukan hari yang baik untuk menggelar pertemuan di rumah pihak “Kalimbubu” untuk membahas rencana “Mbaba Belo Selambar”

2. Mbaba Belo Selambar
Dalam tahapan Mbaba Belo Selambar ini, tempat berkumpul, yaitu di rumah pihak “Kalimbubu”, dalam hal ini pihak laki-laki akan membawa makanan yang sudah dimasak lengkap dengan lauk yang akan menjadi makanan sebelum dilakukan pembicaraan mencari hari yang baik untuk melaksanakan tahapan “Nganting Manuk”

3. Nganting Manuk
Dalam tahapan ini akan membicarakan tentang utang-utang adat pada pesta perkawinan yang akan segera digelar, sekaligus merencanakan hari yang baik untuk melangsungkan pernikahan. Namun hari pernikahan tidak boleh lebih 1 bulan sesudah melaksanakan tahapan Ngantig Manuk.
II. Hari Pesta Adat

4. Kerja Adat
Pelakasanaan Kerja Adat biasanya dilakukan selama seharian penuh di kampung pihak perempuan. Tempat pelaksanaan Kerja Adat biasanya dilakukan di Balai Desa atau yang biasa juga disebut dengan istilah “Jambur” atau “Lost”

5. Persadan Tendi
Pelaksanaan Persadan Tendi dilakukan pada saat makan malam sesudah siangnya dilakukan Kerja Adat bagi pengantin pria dan wanita. Dalam pelaksaan Persadan Tendi ini akan disiapkan makanan bagi kedua pengantin yang tujuannya adalah untuk memberi tenaga baru bagi pengantin. Pengantin akan diberi makan dalam satu piring yang sudah siapkan.
III Sesudah Pesta Adat

6. Ngulihi Tudung
Ngulih tudung dilaksanakan setelah 2-4 hari setelah hari Pesta Adat berlalu. Orang tua pihak laki-laki kembali datang kerumah Orang tua pihak perempuan (biasanya pihak orang tua laki-laki membawa makanan dan lauk). Dalam prosesi Ngulihi Tudung dilakukan untuk mengambil kembali pakaian-pakaian adat pihak laki-laki yang mungkin ada tertinggal di Desa pihak perempuan disaat pesta adat digelar.

7. Ertaktak
Pelaksanaan ini dilakukan di rumah pihak kalimbubu (pihak perempuan) pada waktu yang sudah ditentukan, biasanya seminggu setelah kerja adat. Disini dibicarakanlah uang keluar saat pergelaraan pesta adat dilaksanakan. Dibicarakan pula tenang pengeluaran kerja adat yang sudah dibayar terlebih dahulu oleh pihak anak beru, sembuyak dan juga Kalimbubu. Setelah acara Ertaktak dilaksanakan, maka semua pihak baik Kalimbubu, Sembuyak, dan Anak Beru akan makan bersama-sama.

Nama dan Pakaian Adat Karo   
Ada beberapa istilah yang dipergunakan dalam pakaian adat karo yang kita kenal. Seperti:
Uis nipes Untuk tudung, “maneh-maneh” (kado untuk perempuan), untuk mengganti pakaian orang tua (pihak perempuan) dan sebagai alas “pinggan pasu” (piring) pada saat memberikan mas kawin dalam upacara adat.   Uis julu Untuk sarung, “maneh-maneh”, untuk mengganti pakaian orang tua (untuk laki-laki) dan selimut.
Gatip gewang Untuk menggendong bayi perempuan dan “abit” (sarung) laki-laki
Gatip jongkit Untuk “gonje” (sarung) upacara adat bagi laki-laki dan selimut bagi “kalimbubu” (paman).
Gatip cukcak Kegunaannya sama dengan gatip gewang, bedanya adalah gatip cukcak ini tidak pakai benang emas.
Uis pementing Untuk ikat pinggang bagi laki-laki
Batu jala Untuk tudung bagi anak gadis pada pesta “guro-guro aron”. Boleh juga dipakai laki-laki, tapi harus 3 lapis, yaitu: uis batu jala, uis rambu-rambu dan uis kelam-kelam. 
Uis arinteneng
Sebagai alas waktu menjalankan mas kawin dan alas piring tempat makan pada waktu “mukul” (acara makan pada saat memasuki pelaminan), untuk memanggil roh, untuk “lanam” (alas menjunjung kayu api waktu memasuki rumah baru), untuk “upah tendi” (upah roh), diberikan sebagai penggendong bayi dan alas bibit padi.
Uis kelam-kelam Untuk tudung orang tua, untuk “morah-morah” (kado untuk laki-laki), dan boleh juga dipakai oleh laki-laki dalam upacara adat, tapi disertai batu jala dan rambu-rambu.
Uis cobar dibata Untuk upacara kepercayaan, seperti “uis jinujung”, “berlangir” dan “ngelandekken galuh”.
Uis beka buluh Untuk “bulang-bulang” diikatkan di kepala laki-laki pada upacara adat.
Uis gara Untuk penggendong anak-anak, tudung untuk orang tua dan anak gadis.
Uis jujung-jujungen Untuk melapisi bagian atas tudung bagi kaum wanita yang mengenakan tudung dalam upacara adat.

No comments:

Post a Comment